Bagaimana Salaf Bisa Mencapai Derajat Iman yang Kuat
Para pembaca yang semoga Allah rahmati, kembali pada topik pembahasan seputar salafus shalih (generasi pertama umat ini), sungguh pembahasan yang tak kan berakhir dari mereka. kita selaku umat belakangan ini sudah semestinya untuk menjadikan mereka sebagai tauladan yang baik di setiap aspek beragama.
Mungkin di antara kita ada yang bertanya, bagaimana mereka bisa menjadi generasi yang Allah muliakan, generasi yang mencapai martabat imam tertinggi?
Tentu iman yang kuat pasti dengan pembuktian yang gak kalah kuatnya pula. Amalih mereka pada puncak keikhlasan dan ketulusan. Tak ada tendensi duniawi maupun pribadi, sesuai dengan tuntunan sunah nabawi, sehingga dengan modal itulah mereka dapat menggapai rahmat Sang Ilahi.
Para pembaca yang semoga Allah rahmati, mereka adalah generasi yang amatlah menjunjung tinggi sunah nabawi untuk diterapkan dalam kehidupan sehari-hari. Jangan hanya dilihat dari kuantitas amal mereka, namun kualitas amal merekalah yang justru paling menentukan kuatnya iman mereka. Sebagai contoh, mereka hanya mencari segenap ridha Allah dan wajah-Nya dalam mendalami agama Islam demi meninggikan kalimatullah yang tertinggi. Mereka rela berkorban segalanya demi mencari ilmu yang diwariskan melalui Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagai contoh, Abdullah bin Abbas radhiyallahu’anhuma pernah ditanya, “Dengan apa Anda meraih ilmu agama ini?” Maka beliau menjawab,
أدركت العلم بلسان سؤول، وقلب عقول، وبدن غير ملول
“Aku meraih ilmu ini dengan lisan yang gemar bertanya, hati yang cerdas, dan tubuh yang tak mudah bosan dan lelah.”
Juga sebagian salaf menjawab,
بالمصباح والجلوس إلى الصباح، وبالسفر، والسهر، والبكور في السحر.
Dengan penerangan lampu serta duduk sampai subuh, melalui perjalanan, begadang, dan bangun di waktu fajar.
Bahkan diriwayatkan tokoh mazhab Hanafi, Muhammad bin Al-Hasan Asy-Syaibani rahimahullah tidak tidur di waktu malam demi muzakarah ilmu, sambil membawa wadah berisi air guna memercikan ke wajahnya, seraya berkata,
إن النوم من الحرارة، فلابد من دفعه بالماء البارد
“Sesungguhnya rasa kantuk datang karena panas tubuh, maka harus dihilangkan dengan air dingin.”
Ibnu Labbad rahimahullah menyebutkan bahwa Muhammad bin Abduus melaksanakan salat Subuh dengan wudu Isya selama 30 tahun; 15 tahun dihabiskan untuk menuntut ilmu, dan 15 tahun untuk beribadah.
Para pembaca sekalian, semangat salaf dalam tafaqquh fiddien adalah teladan abadi bagi umat ini. Mereka memahami bahwa ilmu bukan sekadar pengetahuan, melainkan cahaya yang membimbing kepada amal dan ketakwaan. Dengan kesungguhan, pengorbanan, dan keikhlasan, mereka menjadikan ilmu sebagai senjata untuk meninggikan kalimatullah dan membangun umat yang berpegang teguh pada petunjuk Rabb-nya.
Maka, marilah kita meneladani jejak mereka dengan meluruskan niat, memperkuat tekad, dan tidak lelah dalam menuntut ilmu demi meraih ridha Allah dan menyebarkan kebenaran di muka bumi. Sebagaimana mereka, jadilah penolong agama Allah, karena barang siapa yang menolong agama Allah, niscaya Allah akan menolongnya dan meneguhkan langkahnya.
Wallahua’lam bish-Shawab
Referensi:
1. Syarah Riyadhus Shalihin, karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin
2. ‘Uluwwul Himmah, karya Muhammad bin Ismail Al-Muqaddam.
Cirebon, Selasa 3 Jumadal Akhirah 1446 H/ 3 Desember 2024.
Komplek Ponpes Dhiya’ussunnah